PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Apa yang dipahami dari sejarah peradaban ekonomi Islam, hakikatnya adalah memahami sejarah perjalanan panjang Islam yang titik puncaknya adalah sejarah hidup Rasulullah SAW. Hanya Muhammad SAW sebagai tolok ukur yang nyata dari semua aspek perilaku kehidupan Islam. Adam Smith, tokoh ekonomi Barat dalam bukunya The Wealth of Nation, menyatakan bahwa ekonomi yang paling maju adalah ekonomi bangsa Arab yang dipimpin oleh Muhammad bin Abdullah dan orang-orang sesudahnya meskipun tidak dipungkiri terdapat sejarah panjang sebelum kedatangan Islam Nabi Muhammad SAW. Betul, pengaruh Romawi dan Yunani menjadi bukti sejarah nyata terhadap sejarah ekonomi Islam, meskipun porsinya kecil. Akan tetapi, perjalanan Islam tidak akan terlepaskan dari figur Muhammad SAW dan para penerusnya, yakni Al-Khulafa Ar-Rasyidun, tabi’in, dan para pemikir ekonomi, baik pada masa pemerintahan Umayyah, Abbasiyah, dan Utsmaniyah. Dengan demikian, memahami peradaban ekonomi Islam, pada dasarnya memahami sejarah. Yang paling pokok dari sejarah adalah meluruskan sejarah secara tepat dan akurat.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penyusun memaparkan beberapa rumusan masalah, sebagai berikut:
1. Siapakah sosok Khulafa al-Rasyidin?
2. Bagaimanakah peradaban Islam pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq?
3. Bagaimanakah peradaban Islam pada masa Khalifah Umar bin Khatab?
4. Bagaimanakah peradaban Islam pada masa Khalifah Utsman bin Affan?
5. Bagaimanakah peradaban Islam pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sosok Khulafa al-Rasyidin
Khulafaur Rasyidin (bahasa Arab: الخلفاء الراشدون) atau Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan setelah Nabi Muhammad wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Muhammad yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad.
Para Khulafaur Rasyidin itu adalah pemimpin yang arif dan bijaksana. Mereka itu terdiri dari para sahabat Nabi Muhammad SAW yang berkualitas tinggi dan baik adapun sifat-sifat yang dimiliki Khulafaur Rasyidin sebagai berikut:
1. Arif dan bijaksana
2. Berilmu yang luas dan mendalam
3. Berani bertindak
4. Berkemauan yang keras
5. Berwibawa
6. Belas kasihan dan kasih sayang
7. Berilmu agama yang amat luas serta melaksanakan hukum-hukum Islam.
Dalam sejarah Islam, empat orang pengganti Nabi yang pertama adalah para pemimpin yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan mengembangkan dasar-dasar tradisi dari sang Guru Agung bagi kemajuan Islam bagi kemajuan Islam dan umatnya. Karena itu gelar “yang mendapat bimbingan dijalan lurus” (al-khulafa ar-rasyidin) diberikan pada mereka.[1]
Keempat khalifah tersebut dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam. Sistem pemilihan terhadap masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal tersebut terjadi karena para sahabat menganggap tidak ada rujukan yang jelas yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad tentang bagaimana suksesi kepemimpinan Islam akan berlangsung. Namun penganut paham Syi'ah meyakini bahwa Muhammad dengan jelas menunjuk Ali bin Abi Thalib, khalifah ke-4 bahwa Muhammad menginginkan keturunannyalah yang akan meneruskan kepemimpinannya atas umat Islam.
Sahabat yang disebut Khulafaur Rasyidin terdiri dari empat orang khalifah yaitu Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
B. Peradaban Islam pada Masa Khalifah Abu Bakar As-Shidiq (11–13 H /632–634 M)
Abu Bakar, nama lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafah bin Utsman bin Amr bin Masud bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At-Taimi Al-Qurasyi. Di zaman pra-Islam bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk salah seorang sahabat yang utama (orang yang paling awal) masuk Islam. Gelar Ash-Shiddiq diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan Nabi dalam berbagai peristiwa, terutama Isra’ dan Mi’raj. Abu Bakar memangku jabatan khalifah selama dua tahun lebih sedikit, yang dihabiskannya terutama untuk mengatasi berbagai masalah dalam negeri yang muncul akibat wafatnya Nabi.[2]
Abu Bakar memangku jabatan khalifah selama dua tahun lebih sedikit, yang dihabiskannya terutama untuk mengatasi berbagai masalah dalam negeri yang muncul akibat wafatnya Nabi.
Sepak terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami dari pidato Abu Bakar ketika ia diangkat menjadi khalifah. Secara lengkap, isi pidatonya sebagai berikut:[3]
“Wahai manusia! Sungguh aku telah memangku jabatan yang kamu percayakan, padahal aku bukan orang yang terbaik di antara kamu. Apabila aku melaksanakan tugasku dengan baik maka bantulah aku, dan jika aku berbuat salah maka luruskanlah aku. Kebenaran adalah suatu kepercayaan, dan kedustaan adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kamu adalah orang kuat bagiku sampai aku memenuhi hak-haknya, dan orang kuat di antara kamu adalah lemah bagiku hingga aku mengambil haknya, Insya Allah. Janganlah salah seorang dari kamu meninggalkan jihad. Sesungguhnya kaum yang tidak memenuhi panggilan jihad maka Allah akan menimpakan atas mereka suatu kehinaan. Patuhlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku tidak menaati Allah dan Rasul-Nya, sekali-kali janganlah kamu menaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kamu.
Ucapan pertama ketika dibai’at ini menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan Abu Bakar r.a. dalam pemerintahan. Di dalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat, menuntut ketaatan rakyat, mewujudkan keadilan dan mendorong masyarakat berjihad serta shalat sebagai intisari ketakwaannya. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pemerintahan Abu Bakar melanjutkan kepemimpinan sebelumnya, baik kebijaksanaan dalam kenegaraan maupun pengurusan terhadap agama.
Dalam pemerintahannya Abu Bakar memiliki tipologi kebijakan yang sangat baik diantaranya:[4]
1. Kebijaksanaan pengurusan terhadap agama
Pada awal pemerintahannya, ia diuji dengan adanya ancaman yang datang dari umat Islam yang menentang kepemimpinannya. Di antara perbuatan ingkar tersebut ialah timbulnya orang-orang yang murtad, orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat, orang-orang yang mengaku menjadi Nabi, dan pemberontakan dari beberapa kabilah.
Ketika Rasulullah SAW wafat, maka banyak orang Arab yang kembali murtad. Seiring dengan itu, banyak pula utusan orang-orang Arab berdatangan ke Madinah mengakui kewajiban sholat namun mengingkari kewajiban zakat. Abu Bakar bersikap tegas kepada mereka, dan merekapun ditumpasnya. Melihat hal ini, Umar pun berkata: “Akhirnya aku sadari bahwa Allah telah melapangkan hati Abu Bakar untuk memerangi mereka dan aku yakin itulah yang benar”.
Disamping banyak umat yang murtad dan menolak bayar zakat, ada pula beberapa orang yang mengaku menjadi nabi, diantaranya yang paling berpengaruh adalah Musailamah Al-Kadzab. Ia memiliki pengikut mencapai 40.000 personil dari kalangan Bani Hanifah. Abu Bakar mengirim pasukan yang dipimpin Khalid bin Walid untuk menumpas mereka. Dalam perang Yamamah yang hebat, Khalid bin Walid memperoleh kemenangan yang besar.
Di samping itu, Jasa Abu Bakar yang abadi ialah atas usulan Umar, ia berhasil membukukan al-Qur’an dalam satuan mushaf, sebab setelah banyak penghafal al-Qur’an gugur dalam perang Riddah di Yamamah. Oleh karena itu, khalifah menugaskan Zaid ibn Tsabit untuk membukukan al-Qur’an dibantu oleh Ali ibn Abi Thalib. Naskah tersebut terkenal dengan naskah Hafsah yang selanjutnya pada masa khalifah Usman membukukan al-Qur’an berdasarkan mushaf itu, kemudian terkenal dengan Mushaf Utsmani yang sampai sekarang masih murni menjadi pegangan kaum muslim tanpa ada perubahan atau pemalsuan.
2. Kebijaksanaan politik kenegaraan
Di antara kebijakan politik Abu Bakar yang cukup menonjol adalah melanjutkan ekspedisi pasukan Usamah. Sebelum Rasulullah SAW. wafat, beliau telah memerintahkan sepasukan perang yang dipimpin oleh seorang anak muda, Usamah, untuk berjalan menuju tanah Al-Balqa yang berada di Syam, persisnya di tempat terbunuhnya Zaid bin Haritsah, Ja’far dan Ibnu Rawahah. Namun di tengah perjalanan terdengar berita wafatnya Rosulullah SAW, sehingga pasukan tersebut kembali ke kota Madinah.
Begitu Abu Bakar menjadi kholifah, maka ekspedisi ini dilanjutkan kembali. Semula banyak sahabat yang mengusulkan termasuk Umar bin Khattab, agar ekspedisi ini ditunda mengingat banyaknya persoalan di kota Madinah. Namun Abu Bakar tetap pada pendiriannya. Ternyata berangkatnya pasukan Usamah membawa kemaslahatan besar waktu itu. Disamping pulang dengan membawa kemenangan, juga sekaligus telah menimbulkan kegentaran besar pada perkampungan Arab yang dilewati sehingga tidak berani memberontak.
Setelah berhasil melakukan ekspedisi pasukan Usamah, Abu Bakar meyakinkan kesungguhannya untuk menaklukkan negeri Iraq, pada periode ini merupakan langkah awal menaklukkan wilayah-wilayah timur pada masa khulafaur rasyidin berikutnya. Dan pada periode perdana ini pasukan dipimpin oleh Panglima Perang Khalid bin Wahid.
Sedang diantara kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan, diuraikan oleh Suyuthi Pulungan, sebagai berikut:[5]
a. Bidang eksekutif
Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah ataupun daerah. Misalnya untuk pemerintahan pusat menunjuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan.
b. Bidang pertahanan dan keamanan
Dengan mengorganisasi pasukan-pasukan yang ada guna mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Dari pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilisasi di dalam atau di luar negeri. Di antara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin ‘Ash, Zaid bin Sufyan, dan lain-lain.
c. Bidang yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khattab dan selama masa pemerintahan Abu Bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan. Hal ini didorong atas kemampuan dan sifat Umar, dan masyarakat pada waktu itu dikenal ‘alim.
3. Kebijaksanaan Bidang Sosial Ekonomi
Faktor keberhasilan Abu Bakar dalam membangun pranata sosial di bidang ekonomi tidak lepas dari faktor politik dan pertahanan keamanan, Keberhasilan tersebut tidak pula lepas dari sikap keterbukaannya, yaitu memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada tokoh-tokoh sahabat untuk ikut membicarakan berbagai masalah sebelum ia mengambil keputusan melalui forum musyawarah sebagai lembaga legislatif. Hal ini mendorong para tokoh sahabat khususnya dan umat Islam umumnya, berpartisipasi aktif untuk melaksanakan berbagai keputusan yang dibuat.
Dalam usaha meningkatkan kesejahteraan umat Islam, Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah dipraktikkan Rasulullah SAW. Ia sangat memerhatikan keakuratan penghitungan zakat sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pembayarannya. Abu Bakar pernah berkata kepada Anas, “Jika seseorang mempunyai kewajiban untuk membayar zakat berupa seekor unta betina berumur 1 tahun, tetapi dia tidak mempunyainya lalu menawarkan seekor unta betina berumur 2 tahun, hal seperti itu dapat diterima dan petugas zakat akan mengembalikan kepada orang tersebut sebanyak 20 dirham atau 2 ekor domba sebagai kelebihan dari pembayaran zakatnya. Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan negara dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum muslim hingga tidak ada yang tersisa. Selain dari dana zakat, di dalam Baitul Mal dikelola harta benda yang didapat dari infak, sedekah, ghanimah dan lain-lain. Penggunaan harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai negara dan untuk kesejahteraan umat sesuai dengan aturan yang ada.[6]
Dalam kegiatan ekonominya, setiap hari mereka disibukkan sengan persoalan air dan rumput. Pada hari ke-dua Setelah pengangkatannya sebagai khafilah, Abu Bakar membawa bahan-bahan pakaian dagangan di atas pundaknya dan pergi untuk menjualnya. Salah satu aspek penting perekonomian arab pra-islam adalah pertanian. Perdagangan adalah unsur penting dalam perekonomian arab. Komoditas exspor arab selatan dan yaman adalah dupa, kemenyan, kopi, gaharo, minyak wangi, kulit binatang, buah kismis, anggur dan lainnya. lomoditas yang mereka impor dari dari afrika timur antara lain: kayu untuk bangunan, bulu burung unta, lantakan logam mulia dan badak. dari asia selatan dan cina berupa daging, batu mulia, sutra, pakaian, pedang, rempah-rempah. sedangkan dari negara teluk Persia mereka mengimpor intan.
C. Peradaban Islam pada Masa Khalifah Umar bin Khatab (13-23 H/634 - 644 M)
Umar bin Khattab adalah khalifah ke-2 dalam sejarah Islam. pengangkatan umar bukan berdasarkan konsensus tetapi berdasarkan surat wasiat yang ditinggalkan oleh Abu Bakar. Hal ini tidak menimbulkan pertentangan berarti di kalangan umat islam saat itu karena umat Muslim sangat mengenal Umar sebagai orang yang paling dekat dan paling setia membela ajaran Islam. Hanya segelintir kaum, yang kelak menjadi golongan Syi'ah, yang tetap berpendapat bahwa seharusnya Ali yang menjadi khalifah. Umar memerintah selama sepuluh tahun dari tahun 634 hingga 644.[7]
Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar bin Khatthab sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin (petinggi orang-orang yang beriman).
Peranan Umar dalam sejarah Islam pada masa permulaan tampak paling menonjol diantaranya yaitu:[8]
1. Penyebaran Agama
Khalifah Umar memiliki peranan yang sangat menonjol salah satunya karena perluasan wilayahnya, di samping kebijakan-kebijakan politiknya yang lain. Adanya penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan Umar merupakan fakta yang diakui kebenarannya oleh para sejarawan. Bahkan, ada yang mengatakan, kalau tidak karena penaklukan-penaklukan yang dilakukan pada masa Umar, Islam belum akan tersebar seperti sekarang.
Sebagaimana Rasulullah SAW dan Abu Bakar, Khalifah Umar juga sangat condong menanamkan semangat demokrasi secara intensif di kalangan rakyat, para pemuka masyarakat, dan para pejabat atau para administrator pemerintahan. Ia selalu mengadakan musyawarah dengan rakyat untuk memecahkan masalah-masalah umum dan kenegaraan yang dihadapi. Ia tidak bertindak sewenang-wenang dan memutukan suatu urusan tanpa mengikutsertakan warga negara, baik warga negara muslim maupun warga negara non-muslim.
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi di ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr bin 'Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad bin Abi Waqqash. Iskandariah (Alexandria), ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam.
Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar R.a., wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
2. Segi Politik[9]
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, akademi kemiliteran dibentuk. Umar bin Khattab adalah khalifah yang pertama kali membentuk tentara resmi. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, membuat tahun hijriah, membuat undang-undang perpajakan, membuat sekretariat, menentukan gaji tetap, menempatkan para godhi, membagi-bagi wilayah yang ditaklukkan menjadi beberapa gubernuran (propinsi) dan ada majlis syura.
Peradaban yang paling signifikan pada masa Umar, selain pola adinistratif pemerintahan, peperangan, dan sebagainya adalah pedoman dalam peradilan. Pemikiran khalifah Umar bin Khattab khususnya dalam peradilan yang masih berlaku sampai sekarang adalah sebagai berikut:
Naskah Asas-asas Hukum Acara
Dari Umar Amirul Mu’minin kepada Abdullah bin Qais, mudah-mudahan Allah melimpahkan kesejahteraan dan rahmat-Nya kepada engkau:[10]
a. Kedudukan lembaga peradilan
Kedudukan lembaga peradilan di tengah-tengah masyarakat suatu negara hukumnya wajib (sangat urgen) dan sunnah yang harus diikuti/dipatuhi.
b. Memahami kasus persoalan, baru memutuskannya
Pahami persoalan suatu kasus gugatan yang diajukan kepada anda, dan ambillah keputusan setelah jelas persoalan mana yang benar dan mana yang salah. Karena sesungguhnya, suatu kebenaran yang tidak memperoleh perhatian hakim akan menjadi sia-sia.
c. Samakan pandangan anda kepada kedua belah pihak dan berlakulah adil.
Dudukkan kedua belah pihak di majelis secara sama, pandang mereka dengan pandangan yang sama, agar orang terhormat tidak melecehkan anda, dan orang yang lemah tidak merasa teraniaya.
d. Kewajiban pembuktian
Penggugat wajib membuktikan gugatannya, dan tergugat wajib membuktikan bantahannya.
e. Lembaga damai
Penyelesaian perkara secara damai dibenarkan, sepanjang tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
f. Penundaan persidangan
Barang siapa menyatakan ada suatu hal yang tidak ada ditempatnya atau suatu keterangan, berilah tempo kepadanya untuk dilaluinya. Kemudian, jika dia memberi keterangan, hendaklah anda memberikan kepadanya haknya. Jika dia tidak mampu memberikan yang demikian, anda dapat memutuskan perkara yang merugikan haknya, karena yang deikian itu lebih mantap bagi keudzurannya (tak ada jalan baginya untuk mengatakan ini dan itu lagi), dan lebih menampakkan apa yang tersembunyi.
g. Kebenaran dan keadilan adalah masalah universal
Janganlah anda dihalangi oleh suatu putusan yang telah anda putuskan pada hari ini, kemudian anda tinjau kembali putusan itu lalu anda ditunjuk pada kebenaran untuk kembali pada kebenaran, karena kebenaran itu suatu hal yang qadim yang tidak dapat dibatalkan oleh sesuatu. Kembali pada yang hak, lebih baik dari pada terus bergelimang dalam kebatilan.
h. Kewajiban menggali hukum yang hidup dan melakukan penalaran logis
Pergunakanlah kekuatan logis pada suatu kasus perkara yang diajukan kepada anda dengan menggali dan memahami hukum yang hidup, apabila hukum suatu perkara kurang jelas dalam Al-Qur’an dan sunnah. Kemudian bandingkanlah permasalahan tersebut satu sama lain dan ketahuilah (kenalilah) hukum yang serupa, kemudian ambillah mana yang lebih mirip dengan kebenaran.
i. Orang Islam haruslah berlaku adil
Orang Islam dengan orang Islam lainnya haruslah adil, terkecuali orang yang sudah pernah dijatuhi hukuman had atas orang yang diragukan tentang asal usulnya, karena sesungguhnya Allah yang mengendalikan rahasia hamba dan menutup hukuman atas mereka, terkecuali dengan ada keterangan dan sumpah.
j. Larangan bersidang ketika sedang emosional
Jauhilah diri anda dari marah, pikiran kacau, perasaan tidak senang, dan berlaku kasar terhadap para pihak. Karena kebenaran itu hanya berada di dalam jiwa yang tenang dan niat yang bersih.
3. Segi Ekonomi
Dalam pemerintahannya, khalifah Umar bin Khattab memiliki gebrakan yang yang sangat besar diantaranya yaitu:[11]
a. Pembaruan Baitul Mal
Sama seperti Abu Bakar dan seiring dengan semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam pada masa pemerintahan Umar bin Khattab serta pendapatan negara mengalami peningkatan yang sangat signifikan maka diberdayakan kembali Baitul Mal. Harta Baitul Mal dianggap sebagai harta kaum muslim, sedangkan khalifah dan para amil hanya berperan sebagai pemegang amanah. Khalifah Umar bin Khattab juga membuat ketentuan bahwa pihak eksekutif tidak boleh turut campur dalam mengelola harta Baitul Mal.
b. Status Kepemilikan Tanah
Dalam hal status kepemilikan tanah, Khalifah Umar menerapkan beberapa peraturan sebagai berikut:
1) Wilayah Irak yang ditaklukkan dengan kekuatan menjadi milik muslim dan kepemilikan ini tidak dapat diganggu gugat, sedangkan bagian wilayah yang berada di bawah perjanjian damai tetap dimiliki oleh pemilik sebelumnya dan kepemilikan tersebut dapat dialihkan.
2) Kharaj dibebankan pada semua tanah yang berada di bawah kategori pertama, meskipun pemilik tanah tersebut memeluk agama Islam. Dengan demikian, tanah seperti itu tidak dapat dikonversi menjadi tanah ushr.
3) Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan selama mereka membayar kharaj dan jizyah.
4) Tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau tanah yang diklaim kembali (seperti Bashrah) bila diolah oleh kaum muslim diperlakukan sebagai tanah ushr.
5) Di Sawad, kharaj dibebankan sebesar satu dirham dan satu rafiz (satu ukuran lokal) gandum dan barley (sejenis gandum) dengan asumsi tanah tersebut dapat dilalui air. Harga yang lebih tinggi dikenakan pada ratbah (rempah atau cengkeh) dan perkebunan.
6) Di Mesir, berdasarkan perjanjian Amar, setiap pemilik tanah dibebankan pajak sebesar dua dinar, di samping tiga irdabb gandum, dua qist untuk setiap minyak, cuka, dan madu, dan rancangan ini telah disetujui khalifah.
7) Perjanjian Damaskus (Syiria) berisi pembayaran tunai, pembagian tanah dengan kaum muslim, beban pajak untuk setiap orang sebesar satu dinar dan satu beban jarib (unit berat) yang diproduksi per jarib (ukuran) tanah.
c. Manajemen Zakat[12]
Pada masa Rasulullah SAW, jumlah kuda di Arab masih sangat sedikit, terutama kuda yang dimiliki oleh kaum muslim karena digunakan untuk kebutuhan pribadi dan jihad. Pada Perang Badar, pasukan kaum muslim yang berjumlah 313 orang hanya memiliki dua kuda. Pada saat pengepungan suku bani Quraizhah (5H), pasukan kaum muslim memiliki 36 kuda. Pada tahun yang sama, di Hudaibiyah, mereka mempunyai sekitar dua ratus kuda. Karena zakat dibebankan terhadap barang-barang yang memiliki produktivitas, seorang budak atau seekor kuda yang dimiliki kaum muslim ketika itu tidak dikenakan zakat.
Pada periode selanjutnya, kegiatan beternak dan memperdagangkan kuda dilakukan secara besar-besaran di Syiria dan di berbagai wilayah kekuasaan Islam lainnya. Beberapa kuda mempunyai nilai jual yang tinggi, bahkan pernah diriwayatkan bahwa seekor kuda Arab Taghlabi diperkirakan bernilai 20.000 dirham dan orang-orang Islam terlibat dalam perdagangan ini. Karena maraknya perdagangan kuda, mereka menanyakan kepada Abu Ubaidah, Gubernur Syiria ketika itu, tentang kewajiban membayar zakat kuda dan budak. Gubernur memberitahukan bahwa tidak ada zakat atas keduanya. Kemudian, mereka mengusulkan kepada khalifah agar ditetapkan kewajiban zakat atas keduanya, tetapi permintaan tersebut ditolak. Kemudian, mereka mendatangi kembali Abu Ubaidah dan bersikeras untuk membayar zakat kuda dan budak. Akhirnya, Gubernur menulis surat kepada khalifah dan khalifah Umar menanggapinya dengan sebuah instruksi agar Gubernur menarik zakat dari mereka dan mendistribusikannya kepada para fakir miskin serta budak. Sejak itu, zakat kuda ditetapkan sebesar satu dinar atau atas dasar ad valorem, seperti satu dirham untuk setiap empat puluh dirham.
Diantara beberapa barang, Abu Bakar membebani zakat terhadap war, sejenis rumput herbal yang digunakan untuk membuat bedak dan parfum. Sementara itu, Umar mengenakan hums zakat atas karet yang ditemukan di Semenanjung Yaman, antara Aden dan Mukha, dan hasil laut karena barang-barang tersebut dianggap sebagai hadiah dari Allah. Thaif dikenal sebagai tempat peternakan lebah dan, menurut beberapa riwayat, Bilal datang kepada Nabi dengan ushr atas madunya dan memintanya agar Lembah Salba dicadangkan untuknya. Permintaannya ini diterima oleh Nabi.
Pada masa Umar, Gubernur Thaif melaporkan bahwa pemilik sarang lebah tidak membayar ushr, tetapi menginginkan sarang-sarang lebah tersebut dilindungi secara resmi. Umar mengatakan bahwa bila mereka mau membayar ushr, sarang lebah mereka akan dilindungi. Jika menolak, mereka tidak akan memperoleh perlindungan. Menurut riwayat Abu Ubaid, Umar membedakan madu yang diperoleh dari pegunungan dengan madu yang diperoleh dari ladang. Zakat yang ditetapkan adalah seperdua puluh untuk madu yang pertama dan sepersepuluh untuk madu jenis kedua.
d. Penetapan Ushr[13]
Ushr dibebankan pada suatu barang hanya sekali dalam setahun. Seorang Taghlibi datang ke wilayah Islam untuk menjual kudanya. Setelah dilakukan penaksiran oleh Zaid, seorang asyir, kuda tersebut bernilai 20.000 dirham. Oleh karena itu, Zaid memintanya untuk membayar 1000 dirham (5%) sebagai ushr. Jumlah tersebut dibayarkan, tetapi kuda tersebut tidak terjual sehingga ia mengambil kembali kudanya. Setelah beberapa waktu, ia datang kembali dengan kudanya dan pemungut pajak kembali meminta ushr kepadanya. Orang tersebut menolak membayar apa pun dan mengadukan masalahnya kepada Umar. Setelah mendengarkan kasusnya, Umar menginstruksikan para pegawainya agar tidak menarik ushr dua kali dalam setahun walaupun barang tersebut diperbarui.
Pos pengumpulan ushr terletak di berbagai tempat yang berbeda-beda, termasuk di ibukota. Menurut Saib bin Yazid, pengumpul ushr di pasar-pasar Madinah, orang-orang Nabaetean yang berdagang di Madinah juga dikenakan pajak pada tingkat yang umum, tetapi setelah beberapa waktu, Umar menurunkan persentasenya menjadi 5% untuk minyak dan gandum untuk mendorong impor barang-barang tersebut di kota.
e. Pemberdayaan Sedekah dari Nonmuslim[14]
“Tidak ada Ahli Kitab yang membayar shadaqah atas ternaknya kecuali orang kristen Banu Taghlibi yang keseluruhan kekayaannya terdiri dari ternak. Mereka membayar dua kali lipat dari yang dibayar orang Muslim.” Banu Taghlibi adalah suku Arab Kristen yang menderita akibat peperangan. Umar mengenakan jizyah kepada mereka, tetapi mereka terlalu gengsi sehingga menolak membayar jizyah dan malah membayar shadaqah. Umarpun memanggil mereka dan mengadakan shadaqah yang harus mereka bayar, dengan syarat mereka setuju untuk tidak membaptis seorang anak atau memaksa untuk menerima kepercayaan mereka. Merekapun menyetujui dan menerima membayar shadaqah ganda.
f. Sumber dan Distribusi Pendapatan Negara[15]
Pada masa pemerintahannya, Khalifah Umar ibn Al-Khaththab mengklasifikasi pendapatan negara menjadi empat bagian.
1) Pendapatan zakat dan ushr. Pendapatan ini didistribusikan di tingkat lokal dan jika terdapat surplus, sisa pendapatan tersebut disimpan di Baitul mal pusat dan dibagikan kepada delapan ashnaf, seperti yang telah ditentukan dalam Al-Qur’an.
2) Pendapatan khums dan sedekah. Pendapatan ini didistribusikan kepada para fakir miskin atau untuk membiayai kesejahteraan mereka tanpa membedakan apakah ia seorang muslim atau bukan.
3) Pendapatan kharaj, fai, jizyah, ushr (pajak perdagangan), dan sewa tanah. Pendapatan ini digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan serta untuk menutupi biaya operasional administrasi, kebutuhan militer, dan sebagainya.
4) Pendapatan lain-lain. Pendapatan ini digunakan untuk membayar para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar, dan dana sosial lainnya.
Sumber pendapatan negara tersebut, selanjutnya didistribusikan melalui harta Baitul mal untuk dana pensiun, dana pertahanan negara, dan dana pembangunan.
4. Segi Reformasi dalam Budaya
Umar bin Khattab adalah khalifah yang pertama kali digelari Amirul Mukminin, yang menetapkan penanggalan hijriyah mengumpulkan manusia untuk sholat taraweh berjamaah, mendera peminum khomer 80x cambukan, dan berkeliling di malam hari menghontrol rakyatnya di Madinah. Khalifah bin Umar bin Khattab menetapkan perhitungan tahun baru, yaitu tahun hijriayah yang dimulai dari hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah (16 Juli 622 M). Saat itulah dimulainya tahun hijriayah yang pertama.
Disamping itu, Khalifah Umar menetapkan lambang bulan sabit sebagai lambang negara. Hal ini diilhami oleh bendera pasukan khusus Rasulullah SAW yang menggambarkan bulan sabit. Karya-karya besar Khalifah Umar yang lain adalah membangun dan merenovasi masjid-masjid, seperti masjid haram (Mekah), masjid Nabwi ( Madinah ), Masjidil Aqsa dan masjid Umar (Yerussalem ), dan masjid Amru bin ash (Fusthtf-Mesir). Memperluas wilayah-wilayah islam seperti, Romawi (13 H=634 M), Damaskus (14H=635 M), Baitul Makdis–Syiriah (18 H=639 M), Mesir (19 H = 640M), Babilon (20 H 641 M), Nahawan–Persia (21 H=642 M), dan Iskandariah (22 H=643 M).
D. Peradaban Islam pada Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M)
Utsman bin Affan dilahirkan pada tahun 573 M pada sebuah keluarga dari suku Quraisy bani Umayah. Nenek moyangnya bersatu dengan nasab Nabi Muhammad pada generasi ke-5. Sebelum masuk islam ia dipanggil degan sebutan Abu Amr. Ia begelar Dzunnurain, karena menikahi dua putri nabi (menjadi khalifah 644-655 M) adalah khalifah ke-3 dalam sejarah Islam.[16]
Umar bin Khattab tidak dapat memutuskan bagaimana cara terbaik menentukan khalifah penggantinya. Segera setelah peristiwa penikaman dirinya oleh Fairuz, seorang majusi Persia, Umar mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana dilakukan rasulullah. Namun Umar juga berpikir untuk meninggalkan Utsman bin Affan wasiat seperti dilakukan Abu Bakar. Sebagai jalan keluar, sebelum khalifah Umar wafat, beliau sempat berwasiat dan menunjuk tim yang terdiri dari 6 orang sahabat terkemuka, sekaligus telah dijamin Nabi masuk surga, sebagai calon ganti kekhalifaannya. Ke-6 orang tersebut adalah Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqash.
Kepada tim, Umar menganjurkan agar putranya, Abdullah bin Umar ikut sebagai peserta musyawarah dan tidak boleh dipilih menjadi khalifah.awalnya hasil musyawarah yang diketuai oleh Abdurrahman bin Auf menunjukkan bahwa suara pada posisi seimbang, antara Ali dan Usman. Karena Usman lebih tua, Abdurrahman menetapkan Usman bin Affan sebagai khalifah.
Ketetapan itu disetujui oleh anggota tim dengan berbagai pertimbangan yang matang. Disamping Usman sebagai salah seorang sahabat yang terdekat dengan Nabi, beliau juga seorang Assabiqunal Awwalun yang terkenal kaya dan dermawan, jiwa dan hartanya dikorbankan demi kejayaan Islam. Utsman bin Affan dibaiat sebagai khalifah pada tahun 23 H/644 M.
Dalam pemerintahannya, ada beberapa hal menarik dari kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan, diantaranya yaitu:[17]
1. Segi Agama, Pengetahuan dan Budaya
Di masa pemerintahan Utsman, Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Utsman ibn Affan adalah khalifah pertama yang memperluas masjid nabi di Madinah dan masjid Al-Haram di Mekkah. Utsman juga khalifah pertama yang menentukan adzan awal menjelang salat jumat.
Pekerjaan berat yang dilakukan oleh Utsman adalah kodifikasi Al-Qur’an, lanjutan kerja yang telah diawali oleh Abu Bakar atas inisiatif Umar. Pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan pada zaman Abu Bakar di latar belakangi oleh peristiwa meninggalnya 70 sahabat yang hafal Al-Qur’an dalam perang Yamamah. Sedangkan latar belakang pembukuan Al-Qur’an pada zaman Utsman adalah perbedaan qira’at (bacaan) Al-Qur’an yang menimbulkan percekcokan antara murid dan gurunya.
Pada saat penyalinan Al-Qur’an yang kedua kalinya, panitia (lajnah) penyusunan Mushaf yang di bentuk oleh Utsman melakukan pengecekan ulang dengan meneliti kembali mushaf yang sudah di simpan di rumah Hafsash, dengan membandingkan dengan mushaf-mushaf yang lain.
2. Segi Politik
Ada beberapa kebijakan politik Utsman yang cukup menonjol, antara lain:[18]
a. Melanjutkan Ekspansi Wilayah Islam
Pada masa pemerintahannya, berkat jasa para panglima yang ahli dan berkualitas, di mana peta Islam sangat luas dan bendera Islam berkibar dari perbatasan Aljazair (Barqah dan Tripoli, Syprus di front al-Maghrib bahkan ada sumber menyatakan sampai ke Tunisia) di al-Maghrib, di Utara sampai ke Aleppo dan sebagian Asia Kecil, di Timur Laut sampai ke Ma Wara al-Nahar – Transoxiana – dan di Timur seluruh Persia, bahkan sampai di perbatasan Balucistan (wilayah Pakistan sekarang), serta Kabul dan Ghazni.
b. Membentuk Armada Laut yang Kuat
Pada masa pemerintahannya, Utsman berhasil membentuk armada laut dengan kapalnya yang kokoh sehingga berhasil menghalau serangan-serangan di Laut Tengah yang dilancarkan oleh tentara Bizantium dengan kemenangan pertama kali di laut dalam sejarah Islam.
c. Menggiatkan Pembangunan
Utsman berjasa membangun banyak bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Beliau juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.
Pemerintahan Utsman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan ibn Hakam rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman hanya menyandang gelar khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Utsman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan.
Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Utsman sendiri. Itu semua akibat fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’, meskipun Utsman tercatat paling berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.
E. Peradaban Islam pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
Para pemberontak terus mengepung rumah Utsman. Ali memerintahkan ketiga puteranya, Hasan, Husain dan Muhammad bin Ali al-Hanafiyah mengawal Utsman dan mencegah para pemberontak memasuki rumah. Namun kekuatan yang sangat besar dari pemberontak akhirnya berhasil menerobos masuk dan membunuh Khalifah Utsman.[19]
Setelah Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membai’at Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ali bin Abi thalib lahir pada tahun 603 M disamping Ka’bah kota Makkah, lebih muda 32 tahun dari Nabi Muhammad SAW. Ali termasuk keturunan Bani Hasyim. Abu Thalib memberi nama Ali dengan Haidarah, mengenang kakeknya yang bernama Asad. Haidarah dan Asad dalam Bahasa Arab artinya singa. Sedangkan Nabi Muhammad memberi nama “Ali” yang menakutkan musuh-musuhnya. Pada usia 6 tahun, Ali bin Abi Thalib diasuh oleh Nabi Muhammad sebagaimana Nabi diasuh oleh ayahnya, Abu Thalib. Karena mendapat didikan dan asuhan langsung dari Nabi Muhammad SAW, maka Ali tumbuh sebagai anak yang berbudi luhur, cerdik, pemberani, pintar dalam berbicara dan berpengetahuan luas.
Banyak hal yang terjadi selama pemerintahan yang dipimpin khalifah Ali bin Abi Thalib, diantaranya yaitu:[20]
1. Segi Politik
Dalam periode khalifah Abu Bakar dan Umar, kehidupan masyarakat masih dalam taraf kesederhanaan seperti periode Nabi Muhammad SAW. Rakyat masih bersatu padu dan kokoh dibawah ikatan tali persaudaraan Islam. Mereka selalu kompak dalam semangat jihad yang ikhlas demi kelulusan agama Islam. Keadaan ini mulai berubah sejak periode Khalifah Usman bin Affan. Mereka mulai terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat duniawi, apalagi saat gubernur yang diangkat Khalifah Utsman banyak yang tidak mampu memimpin umat dan tidak disenangi masyarakat. Oleh karena itu Khalifah Ali bin Abi Tholib menanggung beban yang berat dalam memimpin kaum muslimin dengan wilayah kekuasaan yang semakin meluas.
Kebijakan-kebijakan Khalifah Ali dalam menanggulangi hal-hal tersebut adalah:
a. Tanah-tanah atu pemberian-pemberian yang dilakukan Khalifah Usman bin Affan kepada famili, sanak kerabatnya dan kepada siapa saja yang tanpa alasan yang benar atu tidak syah, ditarik kembali dan menjadi milik Baitul Mal sebagai kekayaan negara. Hal ini dilakukan Khalifah untuk membersihkan pemerintahan.
b. Wali/Amir atau gubernur-gubernur penguasa wilayah yang diangkat Khalifah Utsman diganti dengan orang-orang baru.
1) Kuwait, Abu Musa Al Asy’ari diganti Ammarah bin Syahab.
2) Mesir, Abdullah bin Sa’ad diganti Khais bin Tsabit.
3) Basyrah, Abdullah bin Amr diganti Usnab bin Hany Al Anshori.
4) Syam (Syiria), Muawwiyah bin Abi Sofyan diganti Shal bin Hanif.
Hal ini dilakukan Khalifah Ali, karena mereka banyak yang tidak disenangi oleh kaum muslimin, bahkan banyak yang menganggap bahwa mereka itulah yang menyebabkan timbulnya pemberontakan-pemberontakan pada masa Khalifah Utsman.
2. Segi Pengetahuan
Sebagai upaya untuk mencerdaskan umat, Khalifah Ali meningkatkan dalm Ilmu pengetahuan, khususnya ilmu yang berkaitan dengan Bahasa Arab agar umat Islam mudah dalam mempelajari Al-Qur’an dan Hadits.
3. Segi Agama
Dari segi agama, khalifah Ali bin Abi Thalib berusaha untuk mengembalikan persatuan dan kesatuan umat Islam. Akan tetapi usahanya ini kurang berhasil, karena api fitnah dikobarkan kaum munafik Yahudi yang tidak menyukai Islam. Mengatur tata pemerintahan untuk mengembalikan kepentingan umat, seperti memberikan kepada kaum muslimin tunjangan yang diambil dari Baitul Mal sebagaimana yang telah dilakukan Abu Bakar dan Umar.
4. Segi Peristiwa[21]
Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu’awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kuffah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu’awiyah di Shifin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama Perang Shifin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, kaum Khawarij orang-orang yang keluar dari barisan Ali.
Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu’awiyah, Syi’ah (golongan yang tetap setia mendukung Ali sebagai Khalifah) yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu’awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam. Pembalasan kematian Utsman menjadi alasan, meskipun Muawiyah tahu persis bahwa Ali tidak bersalah dan tidaklah mudah untuk mencari para pelakunya dan menghukum mereka.
Muawiyah juga tahu betul bahwa Ali adalah pribadi yang mempunyai integritas tinggi dan bahkan jika diberi kesempatan ia bisa menyeret para pelaku pembunuhan itu. Tetapi Muawiyah, tidak begitu berminat menuntut balas kematian Utsman kecuali menjadikannya sebagai isu politik untuk memojokkan Ali. Beberapa sahabat Nabi seperti Talhah, Zubair dan yang lain, yang telah banyak mengumpulkan banyak kekayaan baik berupa harta bergerak maupun tidak, mempunyai ambisi tersendiri dan mereka ingin mengontrol kebijakan negara dengan tujuan melindungi kepentingan pribadi mereka. Motif mereka adalah untuk merongrong kekuasaan Ali. Bahkan Zubair sendiri berhasrat menjadi khalifah dengan dukungan Aisyah, istri Nabi.
Akibat terjadinya perselisihan pendapat dalam pasukan Ali, maka timbullah golongan Khawarij dan Syi’ah. Khawarij adalah golongan yang semula pengikut Ali, setelah berhenti perang Siffin mereka tidak puas, dan keluar dari golongan Ali, karena mereka ingin melanjutkan peperangan yang sudah hampir menang, dan mereka tidak setuju dengan perundingan Daumatul Jandal. Mereka berkomentar mengapa harus bertahkim kepada manusia, padahal tidak ada tempat bertahkim kecuali allah. Maksudnya tidak ada hukumselain bersumber kepada Allah. khawrij menganggap Ali telah keluar dari garis Islam. Karena itu orang-orang yang melaksanakan hukum tidak berdasarka Kitab Allah maka ia termasuk orang kafir.
Sebaliknya golongan kedua Syi’ah (golongan yang tetap setia mendukung Ali sebagai Khalifah) memberi tanggapan bahwa tidak menutup kemungkinan kepemimpinan Muawiyah bertindak salah, karena ia manusia biasa, selain itu golongan Syi’ah beranggapan bahwa hanya Ali satu-satunya yang berhak menjadi Khalifah.
5. Segi Bahasa dan Ilmu Pengetahuan[22]
Di antara perkembangan yang ada pada masa Khalifah Ali adalah pertama, terciptanya ilmu bahasa / nahwu (Aqidah nahwiyah), berkembangnya ilmu Khatt al-Qur’an serta berkembangnya Sastra.
Dari semua penjelasan yang telah disampaikan sebelumnya secara garis besar sistem perekonomian pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin adalah bertani dan berdagang setiap hari mereka disibukkan dengan pesoalan air dan rumput. Hasil pertanian yang mereka ekspor antara lain, kurma, kayu gaharu, buah kismis anggur dan lainnya selain bertani, unsur terpenting dalam perekonomian mereka adalah berdagang.
Masyarakat arab waktu itu sudah mengenal ekspor impor. Komoditas ekspor Arab selatan dan yaman adalah dupa, kemenyan, kayu gaharu, minyak wangi dan kulit binatang. Buah kismis anggur dan lainnya . Komoditas yang mereka impor dari afrika timur antara lain kayu untuk bangunan, bulu burung unta, lantakan logam mulia dan badat. Dari Asia Selatan dan China adalah daging, batu mulia, sutra, pakaian, pedang, rempah-rempah. Sedangkan dari negara teluk Persia mereka mengimpor intan. Mereka memperoleh pedang dan pakaian dari asia selatan dan china, ekspor-impor sudah dikenal sejak masa Khulafaur Rasyidin, mereka membuka hubungan dengan negara-negara disekitar mereka.
Secara giografis Arab bertanah tandus dan didominasi oleh gurun pasir, kendaraan yang mereka gunakan adalah unta. masyarakat menggunakan cadar (penutup hidung) agar tidak menghirup pasir, wilayah Arab yang kering berbatu dan sebagian besar adalah gurun pasir mempengaruhi eatak orang Arab. Orang Arab memiliki solidaritas internal yang sangat kuat dan sebaliknya ganas terhadap suku dan kabilah lain. Pada masa Nabi, sifat kesukuan ini berhasil dirubah menjadi sifat nasionalisme kenegaraan, yang awalnya mereka bangga menyebut-nyebut semboyan kesukuannya menjadi berubah menjadi semboyan islam. Pada masa Abu bakar, Umar, sifat ini timbul kembali sehingga menimbulkan perpecahan dalam golongan Islam terutama pada masa Ustman dan Ali. Sifat kesukuan ini yang menghancurkan umat Islam.
Pada masa Ustman, dia merangkul dan mengangkat mereka menjadi pejabat pemerintahan, Rasulullah juga tidak pernah mengangkat salah seorang dari Bani Hasyim untuk menduduki jabatan. Demikian pula masa Abu Bakar dan Umar, Hal ini untuk menghindari kecemburuan politik.[23]
Agama yang dianut masyarakat Arab pada masa Khulafaur Rasydin selain Islam adalah Paganisme, yakni penyembahan terhadap berhala yakni agama yang di anut secara turun temurun sejak jamannya Nabi Musa. Mereka tidak mudah melepaskan agama dari bapak dan ibu mereka, selain itu sebagian ada yang menganut gabungan antara agama nenek moyang mereka yakni vetersme (menyembah batu atau kayu) mereka menyembah batu-batu besar atau pohon-pohon besar yang di anggap keramat dan bisa memberikan perlindungan bagi mereka. Serta tetoisme (yakni pengkultusan terhadap hewan dan tumbuhan yang di anggap suci) seperti halnya mereka menyembah sapi betina, karena mereka anggap suci. Dan Anemisme yakni: kepercayaan terhadap roh. Namun tidak sedikit yang menganut ajaran hanif Nabi Ibrahim seperti paman Nabi, yaitu Abu Thalib. Banyaknya agama yang dianut pada masa Khulafaur Rasyidin ini di karenakan sifat orang arab yang keras sehingga mereka tidak mudah menerima sesuatu yang baru.
Sejarah sastra Arab, mencatat banyak penyair-penyair Mu’allaqat, diantaranya adalah tujuh orang yaitu yang terkenal dengan sebutan (seven suspendeds poems) mereka adalah Ibnu al-Qais bin Haris al-Kindi (500-540), Zuhair bin Abu Sulma Al-Muzani (530-627), Al Nabiqah al Zubiani (sekitar 604), Labid bin Rabiah al-Amiri (560-661), Tarafah bin Abdul Bakri (543-569), Antarah bin Syaddad Al-Bakri ( sekitar 580). Banyaknya sastrawan-sastrawan Arab ini menunjukkan bahwa sastra pada saat itu sudah sangat terkenal dan menjadi budaya orang Arab, orang Arab sangat menghormati sastrawan. Sehingga Allah menurunkan Al-Qur’an dengan segala keindahan syair yang terkandung dan tak ada yang dapat menandingi syair Al-Qur’an dan kepadatan makna yang terkandung di dalamnya. Al-Qur’an adalah kitab Allah yang memiliki nilai sastra yang sangat tinggi dimana didalamnya terdapat makna yang sangat padat dan mudah dipahami sehingga Al-Qur’an mudah dihafal. Hal ini menjadi salah satu keistimewaan Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan kepada umat Islam dengan syair dan bahasa yang khas yang dapat melemahkan hasil karya sastra pada masa itu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Khulafaur Rasyidin (bahasa Arab: الخلفاء الراشدون) atau Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan setelah Nabi Muhammad wafat. Keempat khalifah tersebut dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam. Sistem pemilihan terhadap masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal tersebut terjadi karena para sahabat menganggap tidak ada rujukan yang jelas yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad tentang bagaimana suksesi kepemimpinan Islam akan berlangsung.
Sistem perekonomian pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin adalah bertani dan berdagang setiap hari mereka disibukkan dengan pesoalan air dan rumput. Hasil pertanian yang mereka ekspor antara lain, kurma, kayu gaharu, buah kismis anggur dan lainnya selain bertani, unsur terpenting dalam perekonomian mereka adalah berdagang. Masyarakat Arab waktu itu sudah mengenal ekspor impor.
Orang Arab memiliki solidaritas internal yang sangat kuat dan sebaliknya ganas terhadap suku dan kabilah lain. Pada masa Nabi, sifat kesukuan ini berhasil dirubah menjadi sifat nasionalisme kenegaraan, yang awalnya mereka bangga menyebut-nyebut semboyan kesukuannya menjadi berubah menjadi semboyan Islam. Pada masa Abu bakar, Umar, sifat ini timbul kembali sehingga menimbulkan perpecahan dalam golongan Islam terutama pada masa Ustman dan Ali. Sifat kesukuan ini yang menghancurkan umat Islam. Pada masa Ustman, dia merangkul dan mengangkat mereka menjadi pejabat pemerintahan, Rasulullah juga tidak pernah mengangkat salah seorang dari Bani Basyim untuk menduduki jabatan. Demikian pula masa Abu Bakar dan Umar, Hal ini untuk menghindari kecemburuan politik.
Agama yang dianut masyarakat Arab pada masa Khulafaur Rasydin selain Islam adalah Paganisme, yakni penyembahan terhadap berhala yakni agama yang di anut secara turun temurun sejak jamannya nabi musa. Sebagian ada yang menganut gabungan antara agama nenek moyang mereka yakni vetersme (menyembah batu atau kayu) mereka menyembah batu-batu besar atau pohon-pohon besar yang di anggap keramat dan bisa memberikan perlindungan bagi mereka. Serta tetoisme (yakni pengkultusan terhadap hewan dan tumbuhan yang di anggap suci) seperti halnya mereka menyembah sapi betina, karena mereka anggap suci. Dan Anemisme yakni: kepercayaan terhadap roh. Namun tidak sedikit yang menganut ajaran hanif Nabi Ibrahim seperti paman Nabi, yaitu Abu Thalib. Banyaknya agama yang dianut pada masa Khulafaur Rasyidin ini di karenakan sifat orang arab yang keras sehingga mereka tidak mudah menerima sesuatu yang baru.
Sejarah sastra Arab, mencatat banyak penyair-penyair Mu’allaqat, diantaranya adalah tujuh orang yaitu yang terkenal dengan sebutan (seven suspendeds poems) mereka adalah Ibnu al-Qais bin Haris al-Kindi (500-540), Zuhair bin Abu Sulma Al-Muzani (530-627), Al Nabiqah al Zubiani (sekitar 604), Labid bin Rabiah al-Amiri (560-661), Tarafah bin Abdul Bakri (543-569), Antarah bin Syaddad Al-Bakri ( sekitar 580).
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Boedi. Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Al-‘Usairy, Ahmad. Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003.
Chamid, Nur. Jejak Langkah dan Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
[2] Ibid, 47
[4] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008). Hal. 70.
[7] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003). Hal. 152.
[13] Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010). Hal. 85.
0 komentar:
Post a Comment