hananurlaili@yahoo.com

Saturday, October 17, 2015

Pengertian Zakat dan Pajak - Ilmu Ekonomi Syari'ah

Saturday, October 17, 2015

Share it Please

Pengertian Zakat dan Pajak



1. Zakat

Zakat adalah hak tertentu yang diwajibkan Allah terhadap sebagian harta kaum muslimin yang di peruntukkan bagi fakir miskin dan mustahik (golongan yang berhak menerima zakat) lainnya menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya serta membersihkan diri dari hartanya.

2. Pajak

Pajak menurut para ahli keuangan ialah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa dapat prestasi kembali dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum disatu pihak dan untuk merealisir sebagian tujuan ekonomi.
Menurut pengertian syari’ah, secara bahasa pajak dalam bahasa arab disebut dengan Dharibah, yang berarti mewajibkan, menetapkan, menentukan. Para ulama memakai ungkapan dharibah untuk menyebut harta yang dipungut sebagai kewajiban.

Tiga ulama mendefinisikan pajak, yaitu Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Fiqh az- Zakah, Gazi Inayah dalam kitabnya Al- Iqtishad az- Zakah wa az- Dharibah, dan Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Al- Amwal Fi Daulah al- Khilafah, yang secara ringkas dijelaskan sebagai berikut :

· Yusuf Qardhawi berpendapat:

Pajak adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran umum disatu pihak dan untuk merealisasi sebagai tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara.

· Gazi Inayah berpendapat:

Pajak adalah kewajibab untuk membayar tunai yang ditentukan oleh pemerintah atau pejabat berwenang yang bersifat mengikat tanpa adanya imbalan tertentu. Ketentuan pemerintah ini sesuai dengan kemampuan sipemilik harta dan dialokasikan untuk mencukupi kebutuhan pangan secara umum dan untuk memenuhi tuntutan politik keuangan bagi pemerintah.

· Abdul Qadim Zallum berpendapat:

Pajak adalah harta yang diwajibkan Allah SWT, kepada kaum muslim untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos – pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas mereka, pada kondisi baitul mal tidak ada uang atau harta.

B. Persamaan dan Perbedaan Zakat dan Pajak

1. Persamaan antara zakat dan pajak

Menurut Dr.Yusuf Al-Qaradawi dalam ulasannya sari penting Kitab Fikih Zakat, dapat dipetik beberapa titik persamaan antara zakat dan pajak :

· Adanya unsur paksaan untuk mengeluarkan.
· Keduanya disetorkan kepada lembaga pemerintah (dalam zakat dikenal amil zakat).
· Pemerintah tidak memberikan imbalan tertentu kepada si pemberi.
· Mempunyai tujuan kemasyarakatan, ekonomi dan politik disamping tujuan keuangan.

2. Perbedaan antara zakat dan pajak

· Dari segi nama dan etiketnya yang memberikan motivasi yang berbeda.
Zakat : suci, tumbuh. Pajak (dharaba) : upeti.
· Mengenai hakikat dan tujuannya.
Zakat juga dikaitkan dengan masalah ibadah dalam rangka pendekatan diri kepada Allah.
· Mengenai batas nisab dan ketentuannya.
Nisab zakat sudah ditentukan oleh sang Pembuat Syariat, yang tidak bisa dikurangi atau ditambah-tambahi oleh siapapun juga. Sedangkan pada pajak bisa hal ini bisa berubah-ubah sesuai dengan policy pemerintah.
· Mengenai kelestarian dan kelangsungannya.
Zakat bersifat tetap dan terus menerus, sedangkan pajak bisa berubah-ubah.
· Mengenai pengeluarannya.
Sasaran zakat telah terang dan jelas. Pajak untuk pengeluaran umum negara.
· Hubungannya dengan penguasa.
Hubungan wajib pajak sangat erat dan tergantung kepada penguasa. Wajib zakat berhubungan dengan Tuhannya. Bila penguasa tidak berperan, individu bisa mengeluarkannya sendiri-sendiri.
· Maksud dan tujuan.
Zakat memiliki tujuan spiritual dan moral yang lebih tinggi dari pajak.

C. Hubungan atau Korelasi Antara Zakat dan Pajak


Istilah pajak menurut pakar ekonomi kontemporer telah mendefinsikan bahwa pajak ialah sebagai kewajiban untuk membayar tunai yang ditentukan oleh pemerintah atau pejabat yang berwenang dan bersifat mengikat tanpa adanya imbalan tertentu. Pajak diadakan untuk dialokasikan supaya mencukupi pangan secara umum dan untuk memenuhi keuangan bagi pemerintah.

Adapun unsur-unsur pajak adalah sebagai berikut:

1. Pajak adalah pembayaran tunai, artinya bahwa seorang mukallaf membayarnya dengan uang tunai tidak berupa barang.
2. Pajak adalah kewajiban yang mengikat, artinya bahwa pajak ialah kewajiban yang dipungut dari setiap individual sebagai suatu keharusan.
3. Pajak merupakan kewajiban pemerintah, sehingga pejabat pemerintah atau lembaga yang berwenang mewajibkan pajak yang kemudian hasilnya dipergunakan untuk kepentingan umum.
4. Pajak adalah kewajiban yang bersifat final, artinya orang mukallaf tidak berhak untuk menolak atau menuntut sekalipun tidak tercipta suatu kemanfaatan.
5. Pajak tidak ada imbalannya, artinya tidak ada syarat bagi wajib pajak untuk memperoleh imbalan atau fasilitas kesejahteraan, sehingga tidak ada hubungan antara membayar pajak dengan fasilitas yang diperoleh oleh wajib pajak.
6. Pajak adalah kewajiban tuntutan politik untuk keuangan negara.

Pendapat Ahli
Menurut pakar ekonomi Islam zakat ialah sebagai harta yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat berwenang kepada masyarakat umum dan individu yang bersifat mengikat, final, dan tanpa mendapat imbalan tertentu yang dilakukan pemerintah sesuai dengan kemampuan pemilik harta. Zakat di alokasikan untuk memenuhi kebutuhan delapan golongan yang telah ditentukan oleh Al Quran, sehingga zakat dilakukan untuk memenuhi tuntutan bagi keuangan Islam.

Adapun unsur-unsur dari zakat adalah sebagai berikut:

1. Zakat adalah kewajiban yang bersifat material seorang mukallaf muslim membayarkannya baik secara tunai berupa uang maupun barang.
2. Zakat merupakan kewajiban yang bersifat mengikat, artinya membayar zakat bagi seorang muslim mukalalaf adalah suatu keharusan.
3. Zakat adalah kewajiban pemerintah, pejabat pemerintah Islam, para imam mewajibkan zakat berdasarkan anggapan bahwa mereka melaksanakan kewajiban ilahiyah sebagai kewajiban.
4. Zakat merupakan kewajiban final, artinya orang Islam tidak boleh menolak dan tidak ada hak orang islam untuk menentang dan menuntutnya.
5. Zakat adalah kewajiban yang tidak ada imbalannya, tidak ada syarat untuk memperoleh kemanfaatan atau fasilitas yang seimbang bagi pembayar zakat, dan tidak ada hubungan antara kewajiban zakat dengan imbalan yang seimbang setelah membayar zakat.
6. Zakat merupakan kewajiban tuntutan politik untuk keuangan Islam. Alokasi zakat adalah untuk golongan delapan penerima zakat, sebagaimana yang telah ditentukan dalam surat At-Taubah: 60.

D. Dasar Hukum Wajib Pajak dan Zakat


1. Dasar hukum wajib pajak

Dalam Al-qur’an, surat An-Nisa : 29

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ
تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Dalam ayat diatas Allah melarang hamba-Nya saling memakan harta sesamanya dengan jalan yang tidak dibenarkan. Dan pajak adalah salah satu jalan yang batil untuk memakan harta sesamanya.

2. Dasar hukum wajib zakat

Dalam Al-qur’an, surat At- Taubah: 103

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللّهُ سَمِيعٌ
عَلِيمٌ

Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

E. UUD yang Memecahkan Masalah Antara Zakat dan Pajak

Benda-benda yang harus dikeluarkan zakatnya secara eksplisit dikemukakan dalam UU pengelolaan zakat No.38 Tahun 1999 Bab IV tentang pengumpulan zakat pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa zakat terdiri atas zakat maal dan fitrah. Pada ayat (2) dikemukakan bahwa harta yang dikenai adalah :

a. Emas, perak dan uang
b. Perdagangan dan perusahaan
c. Hasil pertanian, hasil perkebunan dan hasil perikanan
d. Hasil pertambangan
e. Hasil perternakan
f. Hasil pendapatan dan jasa
g. Rikaz

Ayat (3) Penghitungan zakat maal menurut nishab, kadar, dan waktu ditetapkan berdasarkan hukum agama (Syariat Islam).
Dalam undang-undang Pajak yaitu No. 17 tahun 2000 dikemukakan dalam pasal 9 ayat (1) bahwa untuk: g. Harta yang dihibahkan bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga yang dibentuk atau disyahkan oleh pemerintah. Diktum tersebut secara jelas menyatakan bahwa zakat yang dibayarkan kepada BAZ dan LAZ yang sah menjadi pengurang penghasilan kena pajak. Zakat yang dibayarkan dihitung sesuai dengan ketentuan syari'ah di atas yang selanjutnya dikurangkan atas penghasilan kena pajak. Misalnya nilai harta perusahaan yang kena zakat adalah 100 juta, maka zakatnya adalah 2,5 juta, kemudian nilai tersebut dikurangi atas penghasilan kena pajak.
Asas Teori Wajib Pajak Dan Zakat

1. Asas Hukum Mengenai Wajib Pajak

Para ahli berbeda pendapat mengenai asas hukum terhadap kewajiban masyarakat untuk membayar pajak

· Teori Perjanjian
Para filosof abad ke-19 berpendapat, bahwa pajak diwajibkan atas dasar hubungan timbal balik negara dengan masyarakat. Menurut para pendukung teori timbal balik, perjanjian ilmiah yang kokoh antara negara dengan pembayar pajak mengemukakan berbagai aliran .
Mirabau: “pajak adalah pembayaran di muka yang dilakukan oleh seseorang terhadap perlindungan sekelompok manusia”.
Adam Smith: “perjanjian ini berbentuk pembayaran jasa atas pekerjaan”.
Montesque dan Hobes: “perjanjian ini berbentuk jaminan keamanan”.

· Teori Kedaulatan Negara
Teori ini mempunyai pandangan, bahwa negara melakukan fungsinya untuk melayani kebutuhan masyarakat, tidak untuk kepentingan pribadi. Untuk melaksanakan fungsinya negara memerlukan pembiayaan, oleh karena itu negara punya hak untuk mewajibkan penduduknya atas dasar kedaulatan menanggung pembiayaan itu sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing warganya.

2. Asas Wajib Zakat
 Adapun asas wajib zakat adalah sebagai berikut:

· Teori beban umum
Teori ini didasarkan bahwa merupakan hak Allah – sebagai pemberi nikmat untuk membebankan kepada hamba-Nya apa yang dikehendakinya, baik kewajiban badani maupun harta, untuk melaksanakan kewajibannya dan tanda syukur atas nikmatnya.
· Teori Khilafah
Harta adalah amanah Allah. Dan manusia sebagai pemegang amanah atas harta itu. Harta kekayaan adalah rizki dari Allah untuk manusia sebagai anugerah dan nikmat darinya. Dan setelah memperoleh nikmat itu, ia harus mengeluarkan sebagian rizkinya itu dengan tujuan meninggikan rahmat Allah, dan menolong saudara-saudaranya sesama hamba Allah, sebagai tanda syukur atas segala nikmat yang diberikan kepadanya.
· Teori pembelaan antara pribadi dan masyarakat
Islam mewajibkan setiap orang yang punya kekayaan banyak untuk menunaikan hak-hak tertentu bagi kepentingan umum.
· Teori persaudaraan
Masyarakat Islam ibarat satu bangunan yang kokoh dan kuat, yang satu menunjang yang lainnya, saling tolong menolong dan saling menjaga satu sama lainnya.

F. Perbedaan Pendapat Para Ulama Tentang Jenis-jenis Hasil Pertanian yang Wajib Dizakati

Terdapat perbedaan ulama tentang apa saja dari hasil pertanian dan perkebunan yang wajib dizakati. Yang secara singkat dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Pendapat Musa bin Thalhah, Al-Hasan, Ibnu Sirin, dan ulama terdahulu (salaf/mutaqaddimin) lain.
Gandum (hintah - حنطه), gandum jenis lain (sya’ir - شعير), kurma, anggur, dan jagung, selainnya tidak wajib zakat.
2. Pendapat madzab Syafi’i dan Maliki.
Bahan makanan pokok, dapat disimpan dan dikeringkan seperti gandum, jagung, beras, dan sejenisnya. Selain itu, tidak wajib dizakati.
3. Pendapat madzab Hambali.
Seluruh hasil pertanian dan perkebunan yang dapat ditimbang atau ditakar, tahan lama, dan dapaat dikeringkan, baik berupa bahan makanan pokok seperti gandum, beras, jagung, dan sebagainya maupun berupa kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang kedelai, kacang polong, dan sebagainya, atau berupa bumbu-bumbuan seperti jintan putih, atau biji-bijian seperti biji kol, dan sebagainya. Adapun sayur mayur tidak wajib dizakati karena tidak dapat ditimbang atau ditakar dan bukan biji-bijian.
4. Pendapat madzab Hanafi
Semua hasil pertanian atau perkebunan wajib dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% apabila dikerjakan dengan tujuan untuk keperluan produksi. Baik itu makanan pokok, biji-bijian, sayur-sayuran, yang sengaja ditanam.

G. Pengertian Zakat Perniagaan

Zakat Perdagangan atau Zakat Perniagaan (dalam hukum islam dinamakan dengan zakat tijarah) adalah zakat yang dikeluarkan atas kepemilikan harta yang diperuntukkan untuk jual-beli. Definisi lain yaitu, harta tijarah atau harta perniagaan adalah harta yang dimiliki dengan akad tukar menukar dengan tujuan untuk memperoleh laba dan harta yang dimilikinya itu harus merupakan hasil usaha sendiri. Zakat ini dikenakan kepada perniagaan yang diusahakan baik secara perorangan maupun perserikatan (CV, PT, Koperasi dan sebagainya).
Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang).

Syarat-syarat zakat perniagaan:
1. Berbentuk suatu usaha yang terikat dengan adanya jual beli.
2. Ada usaha untuk memperoleh untung atau laba.
3. Nisab dan kadarnya.
Nisabnya berpedoman pada emas (85 gr) yang dihitung dari modal + laba. Kadar zakat yang harus dikeluarkan sebanyak 2,5 nya.
Hadits yang mendasari kewajiban menunaikan zakat ini adalah : "Rasulullah SAW memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari semua yang kami persiapkan untuk berdagang." ( HR. Abu Dawud ).
H. Nisab dalam Zakat Perniagaan
Nisab zakat perdagangan sama dengan nisab emas yaitu 20 Dinar atau setara dengan 85 gram emas murni yang dihitung dari modal + laba. Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja dan untung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas atau perak 595 gram (asumsi jika per-gram Rp 500.000,- = Rp 42.500.000,-), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 %.

I. Cara Menghitung dan Mengeluarkan Zakat Perniagaan

· Bagaimana pedagang mengeluarkan zakatnya?

1. Seorang pedagang muslim menentukan waktu tahunan untuk membayar zakat. Pada saat itu ia menghitung modal yang dipersiapkan untuk dagang, yaitu barang-barang yang dipersiapkan untuk jualan, dengan harga jual itu waktu mengeluarkan zakat, ditambah dengan uang cash yang ada, uang yang masih ada di tangan orang lain. Kemudian dikurangi hutang yang menjadi kewajibannya, lalu dari yang tersisa itu dikeluarkan 2,5%.
2. Perlu ditegaskan di sini, bahwa bangunan, perabotan yang tidak disiapkan untuk jualan tidak dimasukkan dalam perhitungan aset yang dikeluarkan zakatnya. Sedangkan bungkus yang dijual beserta isinya, maka dikategorikan sebagai dagangan dan dihitung nilainya.
3. Pedagang itu mengeluarkan dagangannya berupa uang. Demikian pendapat Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad. Sedangkan madzhab Hanafi memperbolehkan pengeluaran zakatnya berupa barang dagangan yang ada, namun yang utama menurutnya jika dikeluarkan dalam bentuk uang, karena dianggap lebih bermanfaat bagi fakir miskin.

· Cara menghitung zakat perniagaan (perdagangan):
Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk dibawah ini:
- Kekayaan dalam bentuk barang
- Uang tunai
- Piutang
Maka yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib dizakati adalah yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak.

Contoh:
Sebuah perusahaan meubel tutup buku per Januari tahun 2010 dengan keadaan sebagai berikut:
1. Mebel belum terjual 5 set : Rp. 10.000.000,-
2. Uang tunai : Rp. 15.000.000,-
3. Piutang : Rp. 2.000.000,-
------------------------------------------------------------------------------
Jumlah : Rp. 27.000.000,-
Utang dan Pajak : Rp. 7.000.000,-
------------------------------------------------------------------------------
Saldo : Rp. 20.000.000,-

Maka, zakat yang harus dibayar adalah: 2,5% x Rp. 20.000.000 = Rp. 500.000,-
· Perhitungan zakat untuk perusahaan jasa:
Untuk perusahaan yang bergerak di bidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, penyewaan mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dll terdapat dua cara perhitungan zakat:
1. Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti taksi, kapal, hotel, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %.
2. Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya.


J. Pengertian Zakat Profesi


Zakat profesi adalah zakat yang diambil dari gaji bulanan seseorang. Definisi lain yaitu, zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi tersebut misalnya, pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta.
Ulama kontemporer seperti Yusuf Qardhawi, Muhammad Abu Zahrah, Abdurrahman Hasan, Abdul Wahhab Khallaf, Wahbah Az-Zuhaili, hasil kajian majma’ fiqh dan fatwa MUI nomor 3 tahun 2003 dan lain-lain sepakat akan wajibnya zakat profesi berdasarkan keumuman perintah dalam Qur’an Surat Al-Baqarah 2: 267 dan Adz-Dzaariaat 51: 19. Dan mengacu pada pendapat sebagian sahabat (Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah), Tabiin (Az-Zuhri, Al-Hasan, Al-Bashri, dan Makhul) juga pendapat Umar bin Abdul Aziz, dll.

K. Nisab dalam Zakat Profesi

Nisab zakat pendapatan atau profesi mengambil rujukan kepada nisab zakat tanaman dan buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520 kg beras. Hal ini berarti bila harga beras adalah Rp 4.000/kg maka nisab zakat profesi adalah 520 dikalikan 4000 menjadi sebesar Rp 2.080.000. Namun mesti diperhatikan bahwa karena rujukannya pada zakat hasil pertanian yang dengan frekuensi panen sekali dalam setahun, maka pendapatan yang dibandingkan dengan nisab tersebut adalah pendapatan selama setahun.

L. Cara Menghitung dan Mengeluarkan Zakat Profesi

· Cara mengeluarkan zakat profesi:
Ada dua macam, yaitu setiap bulan setelah gaji keluar dan setiap tahun.
Zakat profesi bulanan dianalogikan dengan zakat pertanian yang dikeluarkan setiap kali panen, namun nilai zakat dianalogikan pada zakat emas perak yaitu 2,5%. Sementara zakat profesi tahunan dianalogikan (qiyas) pada zakat emas dan perak. Dengan demikian, cara penghitungan zakat profesi bulanan berbeda dengan yang tahunan.

· Cara menghitung zakat profesi:

1. Zakat profesi bulanan
Zakat profesi bulanan, sama dengan zakat pertanian dalam nisab dan sama dengan zakat emas dalam nilai zakat yakni 2,5%. Detailnya sebagai berikut:
Nisab (penghasilan minimal) : senilai 653 kg gabah kering atau 520 kg beras. Kalau harga beras Rp. 8.000/kg x 520 = Rp. 4.160.000,- Kalau gaji total perbulan sudah mencapai jumlah ini atau lebih, maka wajib zakat.
Waktu bayar : setiap bulan
Nilai zakat : 2,5%
Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa penghitungan zakat profesi ada dua cara yang sama-sama dapat dipakai:
a. Secara langsung (bruto), zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor secara langsung. Contoh, gaji perbulan Rp. 5 juta (berarti sudah sampai nisab) x 2,5% = Rp. 125.000,-
b. Zakat dihitung setelah dipotong kebutuhan pokok termasuk hutang dan kredit (netto). Contoh, gaji perbulan Rp. 5 juta dipotong kebutuhan pokok Rp. 3 juta. Sisa Rp. 2 juta berarti tidak sampai nisab dan tidak wajib zakat.

2. Zakat profesi tahunan (haul).
Zakat profesi tahunan dianalogikan dengan zakat emas perak.
Nisab : senilai 85 gram emas. Kalau satu gram = Rp. 400.000 x 85 gram = Rp. 34.000.000 (tiga puluh empat juta)
Waktu bayar : akhir tahun tutup buku.
Nilai zakat : 2,5%
Kalau nilai gaji selama setahun kurang dari Rp. 34 juta, maka tidak wajib zakat.

M. Lembaga Amil yang Boleh Menerima Zakat

Harta zakat sesungguhnya masuk kategori harta milik individu (milkiyah fardiyah), yaitu individu yang termasuk 8 ashnaf, bukan milik negara (milkiyah daulah). Namun demikian, sebenarnya pengelolaan zakat adalah tanggung jawab negara, bukan tanggung jawab individu atau lembaga-lembaga sosial. Dengan kata lain, yang disebut Amilin Zakat, sebenarnya, adalah orang-orang yang ditetapkan oleh khalifah (kepala negara) untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. Mereka itulah yang berhak mendapatkan bagian harta zakat dari golongan “Amilin Zakat”. Selain mereka bukanlah Amilin zakat, yang berhak mendapat bagian harta zakat.

Dasarnya adalah firman Allah dalam At Taubah : 103 :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka.” (QS At Taubah : 103)

Adapun kadar upah atau gaji yang diberikan kepada mereka adalah disesuaikan dengan pekerjaan atau jabatan yang diemban yang kira-kira dengan gaji tersebut ia dapat hidup layak. Ukuran kelayakan itu sendiri sangat relatif, tergantung pada waktu dan tempat. Ini adalah pendapat mazhab Mâliki dan jumhur ulama, hanya saja, Abu Hanîfah membatasi pemberian upah amil tersebut jangan sampai melebihi setengah dari dana yang terkumpul. Sementara itu Imam Syafi’ie membolehkan pengambilan upah sebesar seperdelapan dari total dana zakat yang terkumpul. Bahkan ada juga pendapat ulama sebagai bentuk hati-hati upah amil bisa diambil 10% dari total zakat yang terkumpul.

N. Cara penyaluran dana zakat

Pelaksanaan pengumpulan zakat bukan sekedar tugas individu saja, melainkan suatu sistem tatanan sosial yang dikelola oleh negara melalui aparat tersendiri. Mereka yang bertugas mengelolanya, mulai dari pengumpulannya dari para wajib zakat sampai pendistribusiannya kepada mereka yang berhak. Hal ini difahami dari firman Allah dalam surat At-Taubah: 60 bahwa ‘amil zakat termasuk ke dalam mustahiqq al-zakat dan At-Taubah: 103 berupa perintah untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang wajib zakat.

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.” (At-Taubah/9: 60)

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka…” (At-Taubah/9: 103)

Pendistribusian zakat menurut Yusuf Qardhawi dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:
Pertama, dana zakat diberikan kepada mereka yang mampu berusaha tetapi penghasilannya tidak mencukupi kebutuhannya, seperti: pedagang kecil, pengrajin, petani, dan sebagainya. Biasanya mereka tidak mempunyai perlengkapan dan modal yang cukup untuk mengembangkan usahanya atau tidak memiliki lahan maupun alat-alat pertanian. Dengan demikian, mereka mampu mennutupi kebutuhannya secara tetap.

Kedua, zakat diberikan kepada mereka yang tidak mampu berusaha, seperti: orang yang sakit menahun, janda, anak kecil, dan sebagainya. Kepada orang-orang ini, zakat dapat diberikan selama setahun penuh.

Ada beberapa ketentuan dalam mendistribusikan dana zakat kepada mustahiq:
1. Mengutamakan distribusi domestik, dengan melakukan distribusi lokal atau lebih mengutamakan penerima zakat yang berada dalam lingkungan terdekat dengan lembaga zakat (wilayah muzakki) dibandingkan pendistribusiannya untuk wilayah lain.
2. Pendistribusian yang merata dengan kaidah-kaidah sebagai berikut:
a. Bila zakat yang dihasilkan banyak, seyogyanya setiap golongan mendapat bagiannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
b. Pendistribusiannya haruslah menyeluruh kepada delapan golongan yang telah ditetapkan.
c. Diperbolehkan untuk memberikan semua bagian zakat kepada beberapa golongan penerima zakat saja, apabila didapati bahwa kebutuhan yang ada pada golongan tersebut memerlukan penanganan secara khusus.
d. Menjadikan golongan fakir miskin sebagai golongan pertama yang menerima zakat, karena memenuhi kebutuhan mereka dan membuatnya tidak bergantung kepada golongan lain adalah maksud dan tujuan diwajibkannya zakat.
e. Seyogyanya mengambil pendapat Imam Syafi’i sebagai kebijakan umum dalam menentukan bagian maksimal untuk diberikan kepada petugas zakat, baik yang bertugas dalam mengumpulkan maupun yang mendistribusikannya.
3. Membangun kepercayaan antara pemberi dan penerima zakat. Zakat baru bisa diberikan setelah adanya keyakinan dan juga kepercayaan bahwa si penerima adalah orang yang berhak dengan cara mengetahui atau menanyakan hal tersebut kepada orang-orang adil yang tinggal di lingkungannya, ataupun yang mengetahui keadaannya yang sebenarnya.

Distribusi Konsumtif dan Produktif Dana Zakat
1. Distribusi Konsumtif Dana Zakat
Dalam distribusi konsumtif disini dapat diklarifikasi menjadi dua, yaitu:
a. Tradisional
Zakat dibagikan kepada mustahiq dengan secara langsung untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari. Misalnya pembagian zakat fitrah berupa beras dan uang kepada fakir miskin setiap idul fitri. Pola ini merupakan program jangka pendek dalam mengatasi permasalahan umat.
b. Kreatif
Zakat yang diwujudkan dalam bentuk barang konsumtif dan digunakan untuk membantu orang miskin dalam mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi yang dihadapi. Proses pengkonsumsian dalam bentuk lain dari barangnya semula. Misalnya diberikan dalam bentuk beasiswa untuk pelajar.
Pola pendistribusian dana zakat secara konsumtif diarahkan kepada:
a. Upaya pemenuhan kebutuhan konsumsi dasar dari para mustahiq.
Sama halnya dengan pola distribusi konsumtif tradisional yang realisasinya tidak jauh pada pemenuhan sembako bagi kelompok delapan asnaf. Yang menjadi persoalan kemudian adalah seberapa besar volume zakat, apakah untuk kebutuhan konsumtif sepanjang tahun, atau hanya untuk memenuhi kebutuhan makan satu hari satu malam.
Pendistribusian yang seperti ini sangat tidak mendidik jika diberikan sepanjang tahun dan tidak berarti apa-apa jika untuk satu hari satu malam saja.
b. Upaya pemenuhan kebutuhan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan sosial dan psikologis.
Diarahkan kepada pendistribusian konsumtif non makanan, walaupun untuk keperluan konsumsi mustahiq. Misalnya untuk peningkatan kesejahteraan social yaitu pengupayaan renovasi tempat-tempat pemukiman. Sedangkan untuk kesejahteraan psikologis adalah dengan Lembaga Zakat menyalurkan dalam bentuk bantuan pembiayaan. Misal nikah masal, sunat masal bagi anak-anak mustahiq.
c. Upaya pemenuhan kebutuhan yang berkaitan dengan peningkatan SDM agar dapat bersaing hidup di alam transisi ekonomi dan demokrasi Indonesia.
Peningkatan kualitas pendidikan mustahiq. Baik berupa beasiswa sekolah, pelatihan-pelatihan dan peningkatan keterampilan non formal. Yang dapat dimanfaatkan untuk kelanjutan menjalani kehidupan dan menggapai kesejahteraannya.

2. Distribusi Produktif Dana Zakat
Konsep distribusi produktif yang dikedepankan oleh sejumlah lembaga pengumpul zakat, biasanya dipadukan dengan dana lain yang terkumpul, misal infaq dan sadaqah. Dalam pendistribusian zakat produktif disini dapat diklarifikasikan menjadi dua bagian yaitu antara lain:
a. Tradisional/konvensional
Zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, dimana dengan menggunakan barang-barang tersebut, para mustahiq dapat menciptakan suatu usaha. Misalnya pemberian bantuan ternak kambing, sapi.
b. Kreatif
Zakat yang diwujudkan dalam bentuk pemberian modal bergulir, baik untuk permodalan proyek sosial seperti membangun sekolah, tempat ibadah, maupun sebagai modal usaha untuk membantu mengembangkan usaha para pedagang atau pengusaha kecil.

Langkah-langkah Pendistribusian Zakat
Adapun langkah-langkah pendistribusian zakat produktif tersebut berupa sebagai berikut:
a. Pendataan yang akurat sehingga yang menerima benar-benar orang yang tepat.
b. Pengelompokkan peserta ke dalam kelompok kecil, homogen baik dari sisi gender, pendidikan, ekonomi dan usia dan kemudian dipilih ketua kelompok, diberi pembimbing dan pelatih.
c. Pemberian pelatihan dasar, pada pendidikan dalam pelatihan harus berfokus untuk melahirkan pembuatan usaha produktif, manajemen usaha, pengelolaan keuangan usaha dan lain-lain. Pad pelatihan ini juga diberi penguatan secara agama sehingga melahirkan anggota yang berkarakter dan bertanggung jawab.
d. Pemberian dana, dana diberikan setelah materi tercapai, dan peserta dirasa telah dapat menerima materi dengan baik. Usaha yang telah direncanakan pun dapat diambil. Anggota akan dibimbing oleh pembimbing dan mentor secara intensif sampai anggota tersebut mandiri untuk menjalankan usaha sendiri.

O. Hukum Berzakat dengan Kambing

Hewan ternak dapat dibagi menjadi empat macam:
1. Hewan ternak yang diniatkan untuk diperdagangkan. Hewan seperti ini dikenai zakat barang dagangan walau yang diperdagangkan cuma satu ekor kambing, satu ekor sapi atau satu ekor unta.
2. Hewan ternak yang diambil susu dan digembalakan di padang rumput disebut sa-imah. Hewan seperti ini dikenai zakat jika telah mencapai nishob dan telah memenuhi syarat lainnya.
3. Hewan ternak yang diberi makan untuk diambil susunya dan diberi makan rumput (tidak digembalakan). Seperti ini tidak dikenai zakat karena tidak termasuk hewan yang diniatkan untuk diperdagangkan, juga tidak termasuk hewan sa-imah.
4. Hewan ternak yang dipekerjakan seperti untuk memikul barang dan menggarap sawah. Zakat untuk hewan ini adalah hasil upah dari jerih payah hewan tersebut jika telah mencapai haul dan nishob.

Syarat wajib zakat hewan ternak:
1. Ternak tersebut ingin diambil susu, ingin dikembangbiakkan dan diambil minyaknya. Jadi, ternak tersebut tidak dipekerjakan untuk membajak sawah, mengairi sawah, memikul barang atau pekerjaan semacamnya. Jika ternak diperlakukan untuk bekerja, maka tidak ada zakat hewan ternak.
2. Ternak tersebut adalah sa-imah yaitu digembalakan di padang rumput yang mubah selama setahun atau mayoritas bulan dalam setahun. Yang dimaksud padang rumput yang mubah adalah padang rumput yang tumbuh dengan sendirinya atas kehendak Allah dan bukan dari hasil usaha manusia.
3. Telah mencapai nishob, yaitu kadar minimal dikenai zakat sebagaimana akan dijelaskan dalam tabel. Syarat ini sebagaimana berlaku umum dalam zakat.
4. Memenuhi syarat haul (bertahan di atas nishob selama setahun).
Dalil bahwasanya hewan ternak harus memenuhi syarat sa-imah disimpulkan dari hadits Anas bin Malik mengenai surat yang ditulis Abu Bakr tentang zakat
وَفِى صَدَقَةِ الْغَنَمِ فِى سَائِمَتِهَا إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ شَاةٌ
“Mengenai zakat pada kambing yang digembalakan (dan diternakkan) jika telah mencapai 40-120 ekor dikenai zakat 1 ekor kambing.”
Kadar wajib zakat pada kambing (domba)
Nishob (jumlah kambing)

Kadar wajib zakat
40-120 ekor

1 kambing dari jenis domba yang berumur 1 tahun atau 1 kambing dari jenis ma’iz yang berumur 2 tahun
121-200 ekor

2 kambing
201-400 ekor

3 kambing
401 ke atas

setiap kelipatan seratus bertambah 1 kambing sebagai wajib zakat

Di sini ia harus mengalkulasinya dengan hitungan seratus seratus dan untuk setiap 100 ekor kambing, ia harus mengeluarkan 1 ekor kambing sebagai zakatnya. Tidak wajib ia mengeluarkan zakatnya dari kambing itu sendiri. Jika ia mengeluarkan kambing yang lain atau mengeluarkan uangnya sesuai dengan harga kambing itu (sebagai zakatnya), maka hal itu sudah cukup. Adapun jika ia mengeluarkan jenis barang lain selain kedua cara tersebut, maka hal itu tidak sah.
Perlu dicatat di sini, bahwa syariah Islam meringankan zakat kambing. Semakin banyak, zakatnya 1%, padahal persentase zakat yang lazim 2,5%. Hikmah yang tampak adalah, bahwa kambing itu banyak yang kecil karena dalam setahun ia beranak lebih dari sekali, dan setiap kali beranak lebih dari satu ekor, terutama domba. Kambing-kambing kecil ini dihitung, tetapi tidak bisa digunakan untuk membayar zakat. Dari itulah keringanan ini tidak menjadi kecemburuan pemilik onta dan sapi atas pemilik kambing. Sedangkan bilangan 40 pertama, wajib mengeluarkan zakatnya seekor kambing, karena di antara syaratnya -menurut yang rajah (kuat)– 4 ekor kambing itu telah dewasa. Dan inilah pendapat madzhab Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i dalam membahas zakat seluruh hewan ternak.

2 komentar:

  1. PAJAK TIDAK WAJIB DAN TIDAK ADA DASAR HUKUM...PAJAK BERASAL DARI MANUSIA SEDANGKAN ZAKAT DARI ALLAH

    ReplyDelete
  2. Tetap harus bayar pajak mas, karena rasul sendiri yang bilang harus tetap patuh kepada pemimpin walaupun punggung kita dipukul dan harta kita dirampas. Selagi pemerintah tidak menyuruh berbuat maksiat kita harus tetap mengikutinya. Pajak ini bukan maksiat tapi bentuk kedzoliman dan pemerintah melakukan ini dengan tujuan pemerataan pendapatan. Jadi klo boleh saran maafkan saya dan anggap saja uang yang disetor untuk pajak sebagai sedekah kita untuk membangun bersama negeri tercinta

    ReplyDelete